Gedung Keuangan Negara Jayapura, Jl. Ahmad Yani No. 8, Gurabesi, Jayapura
Pada hari Kamis tanggal 6 Februari 2020 bertempat di Jayapura sedang dilaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Wilayah DJPb Provinsi Papua yang akan berlangsung sampai dengan tanggal 8 Februari 2020
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh Kepala KPPN Lingkup Wilayah DJPb Provinsi Papua dan para pejabat Kanwil DJPb Provinsi Papua. Dalam sambutannya Kepala Kanwil DJPb Provinsi Papua Bapak Syaiful berharap kepada jajaran lingkup Kanwil DJPb Provinsi Papua untuk menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0. Dengan mengusung semangat tersebut serta sejalan dengan slogan Ditjen Perbendaharaan “Mengawal APBN, Indonesia Maju”, maka Rakorwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Tahun 2020 diselenggarakan dengan mengusung tema “Mengawal APBN Dari Bumi Cenderawasih Untuk Indonesia Maju”, sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan sinergi dan koordinasi unit kerja Ditjen Perbendaharaan di wilayah Provinsi Papua, untuk mengelola dan mengawal pelaksanaan APBN di Provinsi Papua pada tahun anggaran 2020. Dalam mengawal pelaksanaan APBN tersebut terdapat beberapa arahan yang diberikan oleh Kepala Kanwil DJPb Provinsi Papua antara lain:
“Kita memang berada di pinggir negeri ini tapi kita bukan orang yang terpinggirkan, kita adalah orang-orang terpilih untuk membangun negeri dari pinggir. Untuk itu kita harus tetap semangat dan mampu menunjukkan bahwa kita bukan pilihan yang salah”, itulah salah satu kalimat motivasi yang disampaikan oleh Bpk Syaiful kepada para pejabat eselon III dan IV peserta Rakorwil. Untuk mewujudkan komitmen sebagai insan perbendaharaan yang mampu untuk mengawal APBN, pada tahun 2020 Kanwil DJPB Provinsi Papua dan KPPN lingkup Provinsi Papua akan mengikrarkan “Papua Charter” atau Janji Papua yang berisi 12 poin krusial, “yang akan menunjukkan kemampuan kita menaklukkan tantangan yang ada” lanjut Kepala Kanwil DJPb Provinsi Papua. Janji tersebut antara lain:
Di akhir sambutannya, beliau mengajak kita semua agar mulai hari ini, mulai saat ini, sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah, kita gerakkan seluruh sumber daya yang kita miliki untuk mewujudkan pengelolaan keuangan yang lebih baik. Kita buktikan, bahwa kita insan perbendaharaan di wilayah Provinsi Papua memang layak serta mampu menjadi salah satu penggerak dan pembina keuangan negara didaerah. Kita tunjukkan, bahwa dari ujung timur Indonesia kita dapat berprestasi dan berkontribusi dalam mengawal APBN untuk mencapai visi Indonesia Maju.
Penulis: Dwi Harivarman
Foto: Reynaldi
Perekonomian Papua Triwulan I 2020 mengalami pertumbuhan sebesar 1,48 persen (y-o-y), Peningkatan mayoritas lapangan usaha merupakan pemicu pertumbuhan tersebut, walaupun lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian yang merupakan penyumbang ekonomi utama Papua mengalami kontraksi -2,35 persen.Pada bulan Maret 2020, gabungan 3 kota IHK (Jayapura, Merauke, dan Timika) di Papua mengalami deflasi sebesar 0,92 persen. Deflasi di 3 kota IHK terjadi akibat penurunan harga barang dan jasa pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau; kelompok pakaian dan alas kaki; kelompok kesehatan; kelompok transportasi; dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Jumlah pengangguran di Papua pada Februari 2020 mencapai 66.296 orang, meningkat 4.411 orang dibandingkan Februari 2019. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Papua pada Februari 2020 mencapai 3,62 persen atau turun sebesar 0,03 persen dibandingkan kondisi pada bulan Agustus 2019. Dalam pelaksanaan APBN, realisasi pendapatan negara mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan negara triwulan I 2020 mencapai Rp1,86 triliun atau 16,9 persen dari target sebesar Rp11,03 triliun. Realisasi belanja Negara triwulan I 2020 mencapai Rp8,51 triliun atau 13,3 persen dari alokasi pagu. Realisasi penyaluran TKDD triwulan I 2020 sebesar Rp6,74 Triliun atau 14,2 persen dari alokasi pagu Rp47,30 Triliun. Salah satu penyebab masih belum optimalnya serapan anggaran pada triwulan I-2020 dikarenakan adanya dampak pandemi Covid-19 yang membuat aktifitas pemerintahan tidak berjalan maksimal, sehingga pelaksanaan proyek dan kegiatan yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan untuk sementara waktu.
Dalam pelaksanaan APBD triwulan I 2020, realisasi pendapatan daerah sebesar Rp7,09 triliun atau 13,05 persen dari target, sedangkan dari sisi belanja pagu belanja sebagian besar masih dialokasikan untuk memenuhi belanja pegawai dan belanja barang. Adapun realisasi belanja sampai dengan triwulan I 2020 baru mencapai Rp3,75 triliun atau sebesar 8,22 persen dari pagu.
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Triwulan I 2020 selengkapnya dapat diakses melalui http://bit.ly/KFRPapuaTw12020
Pada hari Senin tanggal 23 September 2019, telah terjadi kerusuhan di Wamena. Kerusuhan berawal dari demo siswa SMA yang melakukan protes terhadap dugaan penghinaan salah satu teman mereka oleh salah satu oknum guru, kebetulan siswa tersebut adalah orang asli papua dan gurunya adalah pendatang dari luar papua. Belakangan diketahui bahwa, dugaan penghinaan tersebut tidak benar dan telah diklarifikasi bersama antara guru dan siswa bersangkutan. Demo siswa tersebut akhirnya rusuh karena telah ditunggani oleh pihak lain. Kerusuhan tersebut mengakibatkan dibakarnya gedung-gedung pemerintah, salah satunya adalah kantor Bupati Jayawijaya. Selain gedung perkantoran, kerusuhan juga menyebabkan dibakarnya ruko-ruko dan kios serta pasar yang ada di sekitar Wamena. Berdasarkan data dari NU Peduli Wamena, sampai dengan tanggal 30 September 2019, kerusuhan tersebut telah menyebabkan 33 jiwa meninggal dunia, 77 dirawat inap, ratusan warga luka-luka dan lebih dari 5.000 warga mengungsi, dan lebih dari 2.000 orang meninggalkan Wamena.
Kerusakan gedung juga tidak luput dialami oleh KPPN Wamena. Lokasi KPPN Wamena cukup strategis, kurang lebih hanya 50 meter dari kantor Bupati Jayawijaya. Pagi itu, sekitar jam 09.00 WIT, tiba-tiba datang massa melempari kaca-kaca jendela dan pintu utama KPPN Wamena yang terbuat dari kaca. Kaca-kaca jendela pun pecah dan pintu utama KPPN Wamena hancur berantakan. Suasana menjadi mencekam karena khawatir massa masuk ke dalam dan menyerang para pegawai. Seluruh pegawai pun berlari ke belakang kantor untuk mencari tempat perlindungan. Syukur alhamdulillah, setelah massa melempari KPPN Wamena, mereka pergi tidak sampai masuk KPPN dan mmelakukan pembakaran. Sesaat setelah massa pergi, para pegawai pun langsung mencari meja, kursi dan lemari arsip untuk menutup pintu utama kantor yang telah hancur agar tidak dapat dimasuki massa. Setelah dipastikan kaca yang pecah dan pintu utama telah ditutup, seluruh pegawai berkumpul kembali di belakang kantor untuk berlindung. Terlihat dari belakang kantor asap hitam membumbung dari berbagai sisi KPPN Wamena. Melihat kondisi yang ada, para pegawai pun memutuskan evakuasi ke tempat lain yang aman untuk mencari tempat perlindungan. Pegawai menghubungi Polres Jayawijaya dan Kodim Jayawijaya, dan beberapa saat kemudian anggota TNI dari Kodim Jayawijaya menjemput para pegawai untuk evakuasi ke Kodim Jayawijaya.
Setelah satu malam menginap di Kodim Jayawijaya, esok harinya yaitu hari Selasa tanggal 24 September 2019, hasil diskusi pimpinan KPPN dan para pegawai, diputuskan untuk evakuasi keluar dari Wamena karena kondisi Wamena yang tidak kondusif. Pada hari Kamis tanggal 26 September 2019 seluruh pegawai dan anggota keluarga KPPN Wamena berhasil dievakuasi ke Jayapura dan hanya meninggalkan 1 orang pegawai asli Papua untuk tinggal di Wamena untuk menjaga kantor.
Jumlah satuan kerja (satker) di wilayah kerja KPPN Wamena berjumlah 80 satker yang tersebar di 8 kabupaten, yakni Kab. Jayawijaya (25 satker), Kab. Lanny Jaya (7 satker), Kab. Tolikara (12 satker), Kab. Yalimo (5 satker), Kab. Mamberamo Tengah (6 satker), Kab. Puncak Jaya (11 satker), Kab. Nduga (4 satker), dan Kab. Yahukimo (10 satker). Sejak tanggal 30 Oktober 2019, atau satu minggu sejak terjadinya kerusuhan, KPPN Wamena membuka layanan darurat di Aula KPPN Jayapura. Dalam kurun waktu tersebut, layanan darurat KPPN Wamena telah menerima 92 SPM dari 27 satker dan menerima 5 pendaftaran dan perubahan data kontrak serta pengesahan SKPP. Belum diketahui pasti bagaimana kondisi 24 satker yang berada di Wamena selain KPPN Wamena, apakah satker-satker tersebut tetap beroperasi normal atau tidak, yang pasti untuk Polres Jayawijaya dan Bandara Wamena masih beroperasi. Informasi sementara sampai dengan tanggal 4 Oktober 2019, meski sudah ada himbauan kepada warga untuk kembali berakivitas, toko dan warung hanya sedikit yang sudah mulai buka.
Kerusuhan Wamena, baik langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap kinerja pelaksanaan anggaran satker-satker di wilayah kerja KPPN Wamena. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan telah menetapkan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) yang berisi 12 indikator sebagai alat ukur pelaksanaan anggaran oleh Kementerian Negara/ Lembaga. 12 indikator tersebut adalah: Revisi DIPA, Halaman III DIPA, Pagu Minus, Penyelesaian Tagihan, Penyerapan Anggaran, Retur SP2D, Pengelolaan UP, Rekon LPJ Bendahara, Data Kontrak, Dispensasi SPM, Perencanaan Kas, dan Pengembalian SPM. Dari 12 indikator IKPA, setidaknya 6 indikator akan terpengaruh oleh terjadinya kerusuhan Wamena. 6 indikator tersebut memiliki bobot nilai sebesar 70 persen dari bobot total IKPA.
Pertama, indikator Penyelesaian Tagihan dengan bobot 20 persen. Indikator ini dihitung berdasarkan rasio penyelesaian tagihan yang tepat waktu dibagi dengan SPM LS Non Belanja Pegawai. Tagihan kepada negara untuk non belanja negara yang dibayar melalui mekanisme Langsung (LS) harus diselesaikan dalam waktu 17 hari kerja sejak timbulnya tagihan kepada negara. Dengan kondisi yang tidak normal akibat kerusuhan, antara lain: minimal 2 minggu tidak operasional, pegawai yang mengungsi, kondisi daerah yang tidak aman, dan listrik mati, maka dapat dipastikan akan mempengaruhi waktu penyelesaian tagihan. Jika dalam rentang 2 minggu sejak tanggal 23 September 2019 ada tagihan yang harus diproses, baik pembuatan SPP, SPM ataupun disampaikan ke KPPN, dengan kondisi setelah terjadi kerusuhan, maka tagihan yang ada tidak dapat diproses.
Kedua, indikator Penyerapan Anggaran dengan bobot 20%. Indikator ini dihitung berdasarkan tingkat realisasi terhadap target yang telah ditetapkan per triwulannya. Kondisi Wamena setelah kerusuhan adalah toko dan warung tutup, kantor pemerintahan tidak beroperasi, dan banyaknya warga pendatang yang mengungsi bahkan sampai keluar dari Wamena. Kondisi ini akan mempengaruhi tingkat penyerapan anggaran satker-satker di Wamena, apalagi satker-satker yang memiliki belanja modal besar seperti satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Prov. Papua dan Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah V Prov. Papua. Pasokan material pembangunan jalan dan jembatan pasti akan terganggu denngn adanya kerusuhan di Wamena, ditambah pula jika pekerja-pekerja proyek tersebut ikut mengungsi karena merasa tidak aman.
Ketiga, indikator Pengelolaan UP dengan bobot 10%. Indikator ini dihitung berdasarkan jumlah GUP tepat waktu dibagi seluruh record GUP. Kriteria tepat waktu adalah apabila satker mengajukan penggantian UP paling sedikit satu kali dalam satu bulan. Berdasarkan data dari OMSPAN, sampai dengan tanggal 7 Oktober 2019, sudah ada 33 satker yang GUP nya jatuh tempo. Artinya, jika pada tanggal jatuh tempo tersebut satker tidak melakukan pengajuan GUP, maka kriteria tepat waktu pada indikator Pengelolaan UP tidak akan terpenuhi. Keterlambatan satker untuk melakukan GUP sangat mungkin disebabkan oleh kondisi Wamena yang sedang tidak kondusif dalam 2 minggu terakhir. Potensi satker yang terlambat melakukan GUP masih akan bertambah meskipun KPPN Wamena telah membuka layanan darurat di KPPN Jayapura.
Keempat, indikator Rekon LPJ Bendahara dengan bobot 5%. Indikator ini dihitung berdasarkan rasio LPJ tepat waktu terhadap seluruh LPJ yang disampaikan ke KPPN. Kriteria tepat waktu diperoleh jika satker menyampaikan LPJ Bendahara paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Dengan kondisi yang ada, ada potensi keterlambatan yang cukup besar untuk satker menyampaikan LPJ Bendahara bulan September yang harus disampaikan kepada KPPN paling lambat tanggal 10 Oktober 2019.
Kelima, indikator Penyampaian Data Kontrak dengan bobot 10%. Indikator ini dihitung berdasarkan rasio data kontrak tepat waktu terhadao seluruh data kontrak yang disampaikan ke KPPN. Kondisi tepat waktu akan dipenuhi jika penyampaian data kontrak ke KPPN paling lambat 5 hari kerja setelah kontrak ditandatangani. Meskipun relatif kecil, masih ada potensi bagi satker-satker yang melakukan tanda tangan kontrak sebelum tanggal 23 September 2019 terlambat menyampaikan data kontrak tersebut ke KPPN mengingat kondisi Wamena yang tidak kondusif paska terjadinya kerusuhan.
Keenam, indikator Perencanaan Kas dengan bobot 5%. Indikator ini dihitung berdasarkan rasio Renkas yang tepat waktu terhadap seluruh Renka yang disampaikan ke KPPN. Potensi tidak tepatnya Renkas yang disampaikan cukup tinggi mengingat jika ada satker yang telah mengajukan renkas setelah tanggal 23 September 2019 namun belum dapat menyampaikan SPM ke KPPN setelah terjadinya kerusuhan akibat kondisi paska kerusuhan.
Penulis: Eko Hartono Hadi
Video: Maradicka Kusuma Indra