Dampak Covid-19 Terhadap Transaksi Treasury Dealing Room
Ditulis oleh pegawai OJT KPPN Jakarta II
-
Silvi Ariyanti Taruna
-
Rizki Adelia
-
Dhika Ganang Saputra
-
Vicky Alain
Awal tahun 2020 menjadi tahun yang “menakutkan” bagi negara-negara di dunia, tidak terkecuali bagi Indonesia. Penyebaran virus corona atau lebih dikenal dengan istilah COVID-19 di tengah masyarakat turut memukul perekonomian negara Indonesia. Hampir semua sektor perekonomian nasional mengalami perlambatan. Maka dari itu pemerintah memberikan stimulus fiskal untuk mendukung berbagai sektor untuk dapat bergerak di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat.
Dalam rangka memberikan peran di tengah kondisi bangsa yang sedang buruk ini, Ditjen Perbendaharaan tetap aktif dalam menjaga keuangan negara salah satunya mengelola likuiditas keuangan negara. Dalam melakukan pengelolaan likuiditas, Ditjen Perbendaharaan didukung dengan unit Treasury Dealing Room yang berada di bawah Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Apa itu Treasury Dealing Room ? Treasury Dealing Room merupakan unit kerja yang melakukan pengelolaan kelebihan dan/atau kekurangan kas, dengan tugas :
- mengelola likuiditas dan penyediaan dana;
- melakukan investasi kelebihan kas untuk mendapatkan hasil yang optimal;
- menyediakan dana guna pemenuhan kewajiban dan pengeluaran belanja pada tingkat biaya yang murah;
- mengoptimalkan pengelolaan dana baik dalam denominasi rupiah maupun valas;
- meminimalkan risiko nilai tukar atas kekayaan dan kewajiban dalam valas;
- melakukan pembelian dan penjualan SBN;
- melakukan penerbitan spn guna memenuhi kebutuhan jangka pendek.
Sedangkan Dealing Room adalah tempat pemiliki dana (lender) dan peminjam dana (borrower) bertemu/berhubungan melalui sarana komunikasi baik secara langsung maupun melalui perantara (broker atau pialang) untuk melakukan transaksi pinjam meminjam dana. Bisa juga diartikan sebagai tempat terjadinya jual beli saham, obligasi, dan foreign exchange. TDR ini merupakah salah satu upaya Ditjen Perbendaharaan sebagai pengelola kas negara untuk melakukan modernisasi layanan dan fungsi untuk menopang keberlangsungan negara dengan menyediakan dana yang memadai dan tepat waktu.
Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh TDR hanyalah transaksi yang mempunyai likuiditas tinggi dan bersifat jangka pendek. Misalnya, untuk pembelian obligasi, obligasi yang dibeli adalah obligasi yang akan jatuh tempo. Keuntungan dari TDR ini nantinya akan disetor ke Rekening Bank Persepsi, sementara pokoknya disetor lagi ke Rekening KUN.
Adanya pandemik COVID-19 berpengaruh terhadap pasar keuangan global, bursa saham banjir tinta merah dan beragam mata uang mengalami pergolakan. Tentunya hal ini juga memengaruhi salah satu fungsi business unit yaitu pasar uang (money market). Dalam situasi seperti ini, pelaku pasar lebih tertarik untuk berinvestasi pada aset-aset safe haven dan aset-aset berlikuiditas tinggi. Termasuk diantaranya, Yen Jepang. Sebaliknya, aset-aset berisiko lebih tinggi dan memiliki keterbatasan likuiditas cenderung dihindari misalnya mata uang negara berkembang di Asia, Dolar Kanada, dan Dolar Australia. Dibandingkan semua negara asal mata uang mayor, dampak paling rendah dialami oleh Amerika Serikat. Oleh karena itu, Dolar AS merupakan mata uang paling bullish dalam situasi ini. Unit Treasury Dealing Room melakukan transaksi valas dalam tiga mata uang yaitu Dolar Amerika Serikat, Euro, dan Yen. Melihat keadaan mata uang saat ini, Dolar Amerika Serikat cukup menjanjikan bagi unit TDR untuk melakukan transaksi valas guna menjaga pengelolaan kas, namun yang perlu diperhatikan yaitu transaksi harus dilakukan dengan prudent dan minim risiko.
Selain berpengaruh ke pasar valuta asing, COVID-19 juga berpengaruh terhadap penerbitan SBN. Khususnya negara-negara berkembang di Asia Tenggara seperti Indonesia. Selama belum ada bukti bahwa wabah telah tertanggulangi, maka investor kemungkinan bakal terus menunda penanaman modal. Virus corona berdampak pada perilaku investor global terhadap kepemilikan investasi mereka di berbagai negara, dan cenderung jual (outflow) terlebih dahulu. Namun dengan kebutuhan kas yang semakin meningkat dalam rangka menaggulangi pandemi ini, kebijakan TDR mungkin akan lebih condong untuk menjual SBN. Kebijakan ini digaransi oleh keputusan Bank Indonesia sebagai last resort yaitu dengan melalukan pembelian SBN jangka panjang di pasar perdana saat investasi di Indonesia mengalami penurunan akibat investor takut untuk membeli SBN.
Pembelian SBN jangka panjang tersebut dilakukan untuk membantu pemerintah dalam membiayai penanganan penyebaran virus corona. Langkah ini merupakan last resort bukan dalam rangka bail-out. Pembelian ini dilakukan dalam hal kapasitas pasar tidak dapat menyerap seluruh SBN yang diterbitkan pemerintah karena yield tinggi dan tidak rasional.