Persetujuan Porsi UP-KKP

Uang Persediaan adalah uang muka kerja dari Kuasa BUN (KPPN) kepada Bendahara Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya (revolving). UP digunakan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).

Dasar Hukum

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan atas PMK 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah

Ketentuan dalam UP

  • Untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari
  • Untuk membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
  • KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan operasional Satker dalam 1 (satu) bulan yang direncanakan dibayarkan melalui UP.
  • UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran :
  1. Belanja Barang (akun 52):
  2. Belanja Modal (akun 53):
  3. Belanja Lain-lain (akun 58)
  • UP yang diajukan berupa :
  1. UP Tunai adalah UP yang diberikan dalam bentuk uang tunai kepada Bendahara Pengeluaran/BPP melalui rekening Bendahara Pengeluaran/BPP yang sumber dananya berasal dari rupiah murni
  2. UP Kartu Kredit Pemerintah adalah uang muka kerja yang diberikan dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan kartu kredit pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS yang sumber dananya berasal dari rupiah murni.
  • Proporsi pengajuan UP ke KPPN adalah sebagai berikut :
  1. Besaran UP tunai sebesar 608 (enam puluh persen) dari besaran UP.
  2. Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 408 (empat puluh persen) dari besaran UP.
  • Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan terhadap :
  1. Perubahan UP melampaui besaran UP
  2. Perubahan proporsi besaran UP tunai yang lebih besar sebagaimana dimaksud pada poin nomor 4 dengan dengan mempertimbangkan
  3. Frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun
  4. kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan yang melampaui besaran UP.
  • KPA dapat mengajukan UP dalam bentuk UP tunai sebesar 1009 apabila memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP hanya sampai dengan Rp.2.400.000.000- (dua miliar empat ratus juta rupiah).
  • Pembayaran kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000-.
  • Saldo kas tunai BP/BPP pd akhir hari kerja paling banyak Rp. 50.000.000,-
  • Penggantian UP (SPM-GUP) dapat dilakukan jika dana UP telah dipergunakan paling sedikit 504 (lima puluh persen)
  • Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa BPP, dalam pengajuan UP tunai ke KPPN harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing BPP.

Sanksi dalam UP

  1. Dalam 1 (satu) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan, jika satker tidak mengajukan penggantian UP maka Kepala KPPN menyampaikan surat
  2. pemberitahuan kepada KPA (sesuai format dalam PMK-190)
  3. Dalam 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan belum dilakukan pengajuan penggantian UP (revolving UP), maka Kepala KPPN akan memotong UP sebesar 25x.

Besaran UP

  1. Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp2.400.000.000:
  2. Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp2.400.000.000 sampai dengan Rp6.000.000.000:
  3. Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp6.000.000.000

Jenis-jenis UP

  1. UP Tunai
  2. UP KKP (Kartu Kredit Pemerintah)

Persetujuan Porsi Uang Persediaan (UP) KARTU KREDIT PEMERINTAH (KKP):

Pengertian UP KKP

UP-KKP merupakan uang muka kerja yang diberikan dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan kartu kredit pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran LS yang sumber dananya berasal dari rupiah murni

Ketentuan UP KKP

  • Porsi dihitung dari pagu DIPA yang sumber dananya Rupiah Murni (RM).
  • Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 4056 (empat puluh persen) dari besaran UP,
  • Kepala Kanwil DJPb dapat memberikan persetujuan atas perubahan proporsi UP-KKP berupa kenaikan atau penurunan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah
  • Atas persetujuan porsi KKP yang diterbitkan oleh KPPN, satker tidak perlu mengajukan SPM UP KKP ke KPPN karena persetujuan tersebut hanya berupa limit KKP yang dipegang oleh satker
  • Persetujuan atas kenaikan/perubahan proporsi UP-KKP diberikan dengan pertimbangan :
  1. Kebutuhan penggunaan UP-KKP dalam 1 bulan, melampaui besaran UP-KKP, dan
  2. Frekuensi penggantian UP-KKP yang lalu lebih dari rata-rata 1 kali dalam 1 bulan dalam 1 (satu) tahun
  • Persetujuan atas penurunan proporsi UP-KKP diberikan dengan pertimbangan
  1. Kebutuhan penggunaan UP Tunai dalam 1 bulan, melampaui besaran UP Tunai,
  2. Frekuensi penggantian UP Tunai tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 kali dalam 1 bulan dalam 1 tahun dan
  3. Terbatasnya penyedia barang/jasa yang menerima pembayaran dengan Kartu Kredit Pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA

Jenis-jenis Kartu Kredit Pemerintah :

  • KKP Perjalanan Dinas (KKP-PD) digunakan untuk pengeluaran yang termasuk dalam komponen biaya berjalanan dinas. Batas maksimal untuk jenis kartu ini adalah Rp20 juta untuk masing masing kartu. KKP-PD dapat dipergunakan untuk :
  1. pembayaran biaya transport (tiket, dl):
  2. penginapan, dan/ atau
  3. sewa kendaraan dalam kota.
  • KKP Belanja Operasional (KKP-BO) yang biasanya dipegang oleh Pejabat Pengadaan satker, digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional kantor (belanja barang) dan belanja modal dengan maksimal pembayaran kepada 1 rekanan paling banyak sebesar Rp50 juta. Batas maksimal untuk jenis kartu ini adalah Rp50 juta dan dapat dinaikkan sampai dengan Rp200 juta. KKP-BO dapat dipergunakan untuk :
  1. belanja barang operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya,
  2. belanja barang non operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non operasional lainnya:
  3. belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi,
  4.  belanja sewa:
  5. belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya:
  6. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non-pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya:
  7. belanja pemeliharaan lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya: dan/ atau
  8. belanja modal dengan nilai belanja paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Tahapan setelah satker menerima Persetujuan Porsi KKP dari Kepala KPPN :

  1. Menunjuk 1 (satu) Bank Penerbit KKP yang sama dengan tempat rekening Bendahara Pengeluaran dibuka sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018:
  2. Menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Satker dengan Bank sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018:
  3. Menetapkan pemegang KKP/ Admin KKP sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMIK.05/2018:
  4. Mengajukan permohonan penerbitan KKP kepada Bank Penerbit KKP sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018:
  5. Menyampaikan fotocopy PKS Satker yang telah ditandatangani beserta addendum/perubahannya (apabila ada) kepada KPPN Kotabumi
  6. Segera menetapkan Standard Operating Procedure (SOP) internal terkait norma waktu penggunaan, penyelesaian tagihan, dan pertanggungjawaban KKP dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Dapat mengajukan perubahan besaran UP dan/atau perubahan proporsi UP sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 178/PMK.05/2018 dan PMK No. 196/MK.05/2018

Batasan Belanja Menggunakan Dana UP-KKP :

  1. Batasan belanja (imit) KKP dalam rangka keperluan belanja operasional dan belanja modal maksimal sebesar limit kartu yang ditetapkan dalam Surat Referensi yang disampaikan ke bank, paling banyak sebesar Rp50 juta untuk setiap kartu kredit dalam 1 (satu) bulan,
  2. Batasan belanja (limit) KKP dalam rangka keperluan belanja perjalanan dinas jabatan maksimal sebesar limit kartu yang ditetapkan dalam Surat Referensi yang disampaikan ke bank penerbit KKP. paling banyak sebesar Rp20 juta untuk setiap kartu kredit dalam 1 (satu) bulan.
  3. Total batasan belanja (limit) KKP Satker paling banyak sebesar UP Kartu Kredit Pemerintah yang telah disetujui Kepala KPPN.
  4. Total besaran UP-KKP, penggunaan UP-KKP dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP KKP.
  5. Pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP-KKP adalah paling banyak 405 dari pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP

Pelaksanaan Pembayaran Dengan Kartu Kredit Pemerintah :

  • Pemegang KKP melakukan belanja, dengan ketentuan sebagai berikut
  • Belanja menggunakan KKP dilakukan sesuai jenis KKP-nya Sebelum melakukan pembayaran menggunakan KKP terlebih dahulu harus dipastikan bahwa transaksi menggunakan KKP tersebut tidak dikenakan charge oleh merchant (toko/penedia barang/jasa).
  • Pemegang KKP mengumpulkan dokumen berupa
  1. Tagihan (e-biling)/Daftar Tagihan Sementara,
  2. SuratTugas/Surat Perjalanan Dinas/Perjanjian/Kontrak: dan
  3. Bukti-bukti pengeluaran (kuitansi/bukti pembelian)
  • Daftar Tagihan Sementara sebagaimana dimaksud di atas, dihasilkan dari sistem perbankan Bank Penerbit KKP.
  • Kuitansi/bukti pembelian disertai dengan faktur pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau Bukti Penerimaan Negara (dalam hal pajak telah disetor Penyedia Barang/Jasa) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  • Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, Pemegang KKP membuat
  1. Daftar Pengeluaran Rill (DPR) kegiatan operasional dan belanja modal dengan KKP, dan/atau
  2. Daftar Pengeluaran Rill (DPR) kegiatan perjalanan dinas jabatan dengan KKP.
  • DPR sebagaimana dimaksud di atas, dibuat menggunakan Aplikasi SAS dan Aplikasi SAKTI.
  • Pengujian Oleh PPK
  1. Pemegang KKP menyampaikan DPR Kegiatan Operasional dan Belanja Modal dan/atau DPR Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan dilampiri dokumen, berupa Tagihan (e-billing) / Daftar Tagihan Sementara, SuratTugas/Surat Perjalanan Dinas/Perjanjian/ Kontrak: dan bukti-bukti pengeluaran (kuitansi/bukti pembelian), kepada PPK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelahTagihan (e-illing) / Daftar Tagihan 'Sementara diterima dari Bank Penerbit KKP.
  2. Berdasarkan DPR Kegiatan Operasional dan Belanja Modal dan/atau DPR Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan beserta dokumen sebagaimana tersebut di atas, PPK melakukan pengujian terhadap :
  1. Kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN:
  2. Kebenaran materil dan perhitungan bukti-bukti pengeluaran,
  3. Kebenaran perhitungan Tagihan (e-biling) / Daftar Tagihan Sementara termasuk memperhitungkan kewajiban penerima pembayaran kepada negara,
  4. Kesesuaian perhitungan antara bukti pengeluaran dengan tagihan (e-billing) / daftar tagihan sementara,
  5. Kesesuaian jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan KKP) dan
  6. Kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa dalam perjanjian/ kontrak, dokumen serah terima barang/jasa, dan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa
  • Berdasarkan hasil pengujian, PPK mengesahkan sebagian/seluruhnya bukti-bukti pengeluaran    dan menerbitkan Daftar Pembayaran Tagihan (DPT) KKP yang dibuat melalui Aplikasi SAS dan SAKTI.
  • Penolakan Bukti-Bukti Pengeluaran oleh PPK
  1. Dalam hal terdapat bukti-bukti pengeluaran yang tidak memenuhi ketentuan, PPK menolak bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan oleh Pemegang KKP:
  2. Penolakan bukti-bukti pengeluaran tersebut disampaikan kepada Pemegang KKP melalui Surat Pemberitahuan Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah DPR dan dan dokumen lampirannya diterima.
  3. Surat Pemberitahuan Penolakan sebagaimana dimaksud, dibuat sesuai dengan format yang ditetapkan dalam PMK-196/PMK.05/2019
  • Penerbitan SPBy oleh PPK
  1. Berdasarkan DPT KKP yang telah diterbitkan, PPK atas nama KPA menerbitkan SPBy paling lambat 2 hari kerja setelah DPT KKP ditetapkan.
  2. PPK menyampaikan SPBy kepada BP/BPP paling lambat 1 hari kerja setelah diterbitkan, dilampiri dengan dokumen sebagai berikut
  1. Surat Tugas/Perjalanan Dinas/Surat Perjanjian/ Kontrak:
  2. Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan oleh PPK,
  3. Faktur pajak dan/atau SSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
  4. Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan oleh PPK:
  5. DPT-KKP yang telah ditetapkan oleh PPK: dan
  6. Tagihan (e-biling)/ Daftar Tagihan Sementara.
  • Pengujian SPBy oleh Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
  • Berdasarkan SPBy beserta lampirannya yang diterima dari PPK, BP/BPP melakukan
  1. Pengujian SPB:
  2. Pengujian ketersediaan dana UP KKP, dan
  3. Penyusunan daftar pungutan/potongan/pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy.
  • Pengujian SPB meliputi
  1. Penelitian kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK:
  2. Pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi : Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran, Nilai tagihan yang harus dibayar, Jadwal waktu pembayaran, dan Ketersediaan dana yang bersangkutan.
  3. Pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/kontrak, dan Pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit)
  • Penerbitan SPP GUP-KKP

Blangko

SYARAT AWAL TAHUN ANGGARAN 

1. Surat Permohonan Persetujuan UP KKP (porsi 60-40)

2. Surat Permohonan Persetujuan UP KKP (porsi 100-0)

3. Surat Permohonan Perubahan Porsi KKP ke Kanwil DJPb

4. Surat Pemberitahuan Tidak Terdapat Perubahan  Pejabat

5. Kartu Spesimen Tanda Tangan (1 DIPA)

6. Kartu Spesimen Tanda Tangan (2 DIPA)

7. Kartu Spesimen Tanda Tangan (Banyak DIPA)

 

KARTU KREDIT PEMERINTAH(KKP)

1.Surat Permohonan Penerbitan Kartu Kredit Pemerintah ke Bank

2.Daftar Usulan Pemegang Kartu Kredit

3.Surat Referensi

4.Berita acara Serah Terima Kartu Kredit Pemerintah

5.Daftar Pengeluaran Rill Kegiatan Operasional dan Belanja Modal KKP

6.Daftar Pengeluaran Rill Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan dengan KKP

7.Daftar Pembayaran Tagihan Kartu Kredit Pemerintah

8.Surat Pemberitahuan Penolakan Bukti Pengeluaran KKP

9.Surat Perubahan Limit KKP Sementara ke Bank (TUP KKP)

10.Contoh Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Bank BRI

11.Contoh Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Bank Mandiri

12.Contoh Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Bank BNI

 

 

 

Kontributor : Ida & Fara

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banda Aceh
Gedung Keuangan Negara, Gd A Lantai 1 
Jl Tgk Chik Di Tiro, Gampong Ateuk, Kec. Baiturrahman
Tel: 0651-29804 Fax: 0651-29804

IKUTI KAMI

Search