GENERALIS vs SPESIALIS: Paradoks Pengelola Keuangan Negara

Ditulis oleh: Muhammad Nur, Kepala Seksi VERA KPPN Banda Aceh

 

     Sebuah organisasi akan selalu menghadapi banyak tantangan. Segala perubahan yang terjadi, baik dari dalam maupun dari luar organisasi perlu disikapi dengan bijak dan tentunya memerlukan dukungan dari jajaran pimpinan organisasi itu sendiri. Pun demikian untuk organisasi pemerintahan. Sektor publik adalah sebuah bidang yang relatif seksi untuk diteliti. Dengan segala keterbatasan seperti regulasi, sumber daya manusia, dan keuangan, organisasi sektor publik juga selalu dituntut agar dapat selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Demikian pula dalam menghadapi perubahan, organisasi sektor publik juga dituntut agar bisa selalu agile dan mengikuti segala perubahan, baik itu teknologi informasi, reformasi birokrasi, transformasi kelembagaan, perubahan kebijakan ekonomi mikro dan makro, dan globalisasi. Semua perubahan ini tentunya memerlukan strategi yang tepat agar sebuah organisasi bisa tetap eksis dan bertahan dari segala bentuk perubahan dan “serangan”.

     Kementerian Keuangan, selaku organisasi sektor publik juga tidak luput dari “serangan” tersebut. Dari perspektif regulasi dapat dilihat bahwa lahirnya paket undang-undang keuangan negara di tahun 2003-2004 merupakan salah satu upaya Kementerian Keuangan menyiapkan strategi regulasi pengelolaan keuangan negara yang dapat menangkis serangan-serangan dari luar. Gerakan reformasi birokrasi (yang kemudian juga diikuti dengan transformasi kelembagaan) merupakan bentuk dari strategi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam menghadapi segala macam perubahan di atas.

     Selanjutnya dari perspektif teknologi informasi, dengan diresmikannya Sistem Anggaran dan Perbendaharaan Negara (SPAN) pada tahun 2015, juga dapat dilihat sebagai sebuah upaya strategi pertahanan dalam menjaga pundi-pundi #UangKita dalam APBN, yang merupakan uang rakyat, uang kita bersama. Presiden menyatakan dalam peresmian SPAN bahwa “jangan sampai 1 rupiah pun lolos dari pantauan” (https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/129-nasional/1670-presiden-ri-dengan-span-%E2%80%9Cjangan-sampai-1-satu-rupiah-pun-lolos-dari-pantauan%E2%80%9D.html). Sedemikian besar perhatian semua pihak mengenai APBN, dapat mengindikasikan bahwa peran sentral Kementerian Keuangan dalam mengawal kebijakan fiskal dan moneter di negeri ini tidaklah bisa dipandang sebelah mata.

    Lalu dari perspektif sumber daya manusia, Kementerian Keuangan juga tidak henti-hentinya menggalakkan berbagai program pengembangan SDM seperti assessment center, on the job training untuk para caon pegawai baru, carrier path, secondment, dan Kemenkeu Learning Center. Segala macam program pengembangan dan pemberdayaan SDM Kementerian Keuangan dapat dilihat sebagai bentuk organisasi untuk menyiapkan armada perang menghadapi serangan apapun yang perlu dihadapi di masa depan. Dalam mengelola keuangan negara, semua SDM di Kementerian Keuangan diharuskan menjadi agen-agen perubahan yang handal, tangguh, kuat, dan cerdas cendikia karena mengelola keuangan negara bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan.

    Mengerucut pada pengelolaan SDM di Kementerian Keuangan, penulis beropini bahwa ke depannya diperlukan sebuah kebijakan yang ajeg namun fleksibel, termasuk dalam hal apakah para SDM ini akan menjadi “generalis” atau “spesialis”. Kedua bentuk (atau dapat dikatakan paradigma) ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebelum lebih jauh, penulis akan mendefinisikan mengenai kedua konteks ini. SDM yang generalis dapat diartikan bahwa SDM ini akan dapat menguasai berbagai bidang ilmu, keterampilan, pekerjaan, dan pengetahuan. Setiap SDM akan mengikuti berbagai program pengembangan dari berbagai unit eselon I (misalnya) atau mengikuti berbagai diklat yang tidak terpola. Yang penting adalah para SDM ini mengetahui banyak hal. Namun demikian, dengan konteks ini dapat diduga nantinya keahlian para SDM akan lebih “tipis” karena terlalu banyak ilmu (atau input) yang masuk ke otak dan pola pikir mereka. Dengan menjadi generalis, maka SDM tidak menguasai secara mendalam atau menjadi ahli dalam satu atau beberapa bidang tertentu. Padahal, keahlian atau keterampilan tertentu yang dikuasai seseorang dapat menjadi sebuah nilai tambah dan kompetensi yang penting bagi organisasi, terutama dalam konteks menghadapi serangan perubahan masa depan.

    Sebaliknya, paradigma spesialis akan menekankan para SDM untuk menjadi ahli pada satu atau beberapa bidang saja. Mereka akan digembleng untuk mempu menguasai secara mendalam bidang-bidang tertentu, sesuai arah tujuan dan visi misi organisasi, atau dapat juga sesuai dengan minat, bakat, atau kecenderungan SDM dimaksud. Dengan model ini, akan lahir para ahli keuangan negara sesuai bidang tertentu, misalnya ahli perbendaharaan negara, ahli penyusunan anggaran, ahli pengadaan, ahli perpajakan, ahli menyusun kebijakan fiskal dan moneter, dan sebagainya. Selain itu, dengan model ini pula dapat dilatih beragam analis sesuai dengan bidang tertentu. Akan tetapi, SDM yang spesialis juga dikhawatirkan akan cenderung membentuk ego sektoral yang berpotensi merusak keharmonisan organisasi secara makro.

    Kedua model atau paradigma di atas adalah sebuah pilihan bagi Kementerian Keuangan, apakah untuk menjadi pengelola keuangan negara harus menjadi spesialis atau cukup menjadi generalis. Baik-buruk, untung-rugi, kelebihan-kekurangan, adalah sebuah pertimbangan yang memang tidak mudah untuk diputuskan.Namun demikian, paradoks generalis vs spesialis dalam pengelolaan SDM Kementerian Keuangan dapat dilihat sebagai sebuah area yang seksi untuk diteliti. Dalam konteks ini, penulis ingin mengajukan konsep bahwa Nilai-nilai Kementerian Keuangan yang telah dirumuskan dapat menjadi salah satu alat ukur untuk memilih model atau paradigma mana, antara generalis versus spesialis yang akan digunakan dalam mengelola SDM Kementerian Keuangan di masa depan. Setiap nilai dalam Nilai-nilai Kementerian Keuangan dapat menjadi unsur pengikat, perekat, atau penguat dalam menentukan model atau paradigma yang akan dipilih. Atau, bisa saja jajaran pimpinan Kementerian Keuangan menginginkan ­win-win solution, mengelola SDM menjadi semi-generalis semi-spesialis –paradigma lain yang mungkin juga dapat dipertimbangkan nantinya.

 

Disclaimer:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banda Aceh
Gedung Keuangan Negara, Gd A Lantai 1 
Jl Tgk Chik Di Tiro, Gampong Ateuk, Kec. Baiturrahman
Tel: 0651-29804 Fax: 0651-29804

IKUTI KAMI

Search